Jumat, 11 Mei 2012

Jaksa Agung: Surat Edaran Soal Putusan Cacat Hukum Tidak Perlu

Ilustrasi (Foto: Dok Okezone)
Ilustrasi (Foto: Dok Okezone)

JAKARTA - Jaksa Agung Basrief Arief merespons desakan untuk mengeluarkan surat edaran kepada para jaksa di daerah, untuk tidak melakukan eksekusi terhadap putusan pengadilan yang dinilai cacat hukum. Menurutnya, surat edaran itu belum perlu, namun dirinya akan mengacu pada KUHAP.

"Kejaksaan akan mengikuti aturan KUHAP. Kerena menurut aturan KUHAP sudah jelas," kata Basrief dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (11/5/2012).

Hal tersebut, lanjut Basrif, telah diatur dalam KUHAP yakni Pasal 197 ayat 1 huruf k tentang syarat formal pemidanaan. Disitu dikatakan bahwa setiap putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan pasal tersebut maka dengan tegas dinyatakan bahwa putusan itu batal demi hukum.

Seperti diberitakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Advokat Indonesia, Jhonson Pandjaitan sebelumnya pernah meminta agar Jaksa Agung membuat surat edaran terkait maraknya putusan yang cacat hukum yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA).
 
Salah satu korban dari ketidakjelasan MA dalam mengeluarkan putusan yakni kasus yang menimpa Direktur Utama PT Satui Bara Tama (PT SBT), Parlin Riduansyah. Putusan tersebut dinilai cacat hukum, sehingga jaksa tidak dapat melakukan eksekusi.
 
"Nah dia (kasus Parlin) memenuhi kriteria itu (putusan cacat hukum). Yang pertama tidak ditahan dibilang ditahan, itu berarti menyidangkan sesuatu yang salah. Yang kedua, kan itu ada putusan menghukum tapi di PK-kan enggak ada. Putusan PK-nya tidak ada menyatakan itu (eksekusi) jaksa mau menjalankan yang mana?" Kata Johnson beberapa waktu lalu.

Untuk diketahui, Parlin diduga melakukan kegiatan eksploitasi lahan kawasan hutan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan tanpa izin dari Menteri Kehutanan (Menhut).

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor : 1425 Pis.Sus/2009/PN.BJM tanggal 19 april 2010, putusan menyatakan terdakwa H Parlin Riduansyah bin H Muhammad Syahdan, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan ke satu primair, ke satu subsidair atau dakwaan kedua dan membebaskan terdakwa.

(ydh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar